Sentra Intelektual Ulama Betawi
Wilayah kebudayaan Betawi, selain DKI Jakarta, menurut Ridwan Saidi, meliputi Karawang, Bekasi, Depok, Bogor, Tangerang, dan Kepulauan Seribu. Tumbuh dan berkembangnya Islam di wilayah-wilayah tersebut kemudian menjadi sentra-sentra intelektual ulama Betawi yang dapat ditelusuri dari abad ke-14 sampai pertengahan abad ke-19, kemudian dari pertengahan abad ke-19 sampai awal abad ke-21. Pengertian ulama Betawi di sini adalah ulama dari kalangan yang bukan habib, sayyid.
Di sentra-sentra intelektual inilah transmisi ilmu-ilmu keislaman di masyarakat Betawi terjadi melalui kegiatan-kegiatan pengajian di majelis taklim, halaqah atau madrasah. Namun dikarenakan minimnya data, maka data yang cukup lengkap mengenai sentra intelektual ulama Betawi bisa ditemukan pada pertengahan abad ke-19 sampai pra kemerdekaan di wilayah Jakarta, yaitu: Pekojan.
Kawasan Pekojan, termasuk di dalamnya Langgar Tinggi, merupakan pusat intelektual Islam di Betawi pada pertengahan abad ke-19. Dari kawasan ini lahir Syekh Junaid al-Betawi, syaikhul masyaikh yang terkenal di dunia Islam suni sepanjang abad ke-19. Ulama lainnya yang berasal dari Pekojan di antaranya adalah Mu`allim Radjiun Pekojan, Kiai Syam`un Kampung Mauk (diduga mempunyai hubungan dengan sentra Pekojan) Guru Manshur Jembatan Lima (sentra Pekojan juga meliputi Kampung Sawah, Jembatan Lima), dan Guru Madjid Pekojan.
Di Pekojan, pada awal abad ke-20 terdapat sebuah percetakan bernama Toko Buku dan Kantor Citak Harun bin Ibrahim. Di percetakan ini banyak dicetak karya tulis Ahmad Sanusi bin Haji Abdurrahim Betawi dan Syahabudin Pekojan. Kemudian Kayu Putih, Jakarta Timur, sentra intelektualnya adalah Syekh Abdul Ghoni Mertakusuma (Wan Gani). Wan Gani yang lahir tahun 1801 dan wafat pada tahun 1933 pernah menjabat sebagai Mufti Betawi sebelum Habib Utsman bin Yahya; Mester, sentra intelektualnya adalah Syekh Mujitaba; Paseban, sentra intelektualnya adalah Mualim Thabrani; Cipinang Muara, sentra intelektualnya adalah Guru Marzuki bin Ahmad Mirshod; Kuningan, sentra intelektualnya adalah Guru Mughni; Menteng Atas, sentra intelektualnya adalah Guru Mahmud; Gondangdia, sentra intelektualnya adalah Guru Khalid; Basmol, sentra intelektualnya adalah adalah Guru Madjid Pekojan; Mampang Prapatan, sentra intelektualnya adalah KH Abdullah Suhaimi; Cengkareng. Sentra intelektualnya adalah KH Usman Perak.
Pasca kemerdekaan sampai masa Orde Baru, sentra intelektual Ulama Betawi telah berubah dari sebelumnya karena wafatnya ulama yang menjadi sentra intelektualnya dan digantikan dengan yang lain, yaitu: Klender, sentra intelektualnya adalah KH Hasbiyallah; Tanah Abang, sentra intelektualnya adalah Guru Mujib bin Sa`abah; Gondangdia, sentra intelektualnya adalah Muallim KH M.Syafi`i Hadzami; Matraman, sentra intelektualnya adalah KH Abdullah Syafi`i; Rawamangun, sentra intelektualnya adalah KH Abdul Hadi (Guru Hadi); Kampung Melayu, sentra intelektualnya adalah KH Thohir Rohili; Tegal Parang. sentra intelektualnya adalah KH Abdul Razak Ma`mun; Kuningan, sentra intelektualnya adalah KH Ali Syibromalisi; Pancoran, sentra intelektualnya adalah Syekh Dr. Nahrawi Abdussalam; Mampang Prapatan, sentra intelektualnya adalah KH Abdurrazak Makmun (Guru Makmun); Kuningan, sentra intelektualnya adalah KH Ali Syibromalisi; Cipete, sentra intelektualnya adalah Guru Naim; Kampung Baru, Cakung Barat, sentra intelektualnya adalah Guru Asmat; Kampung Mangga, Koja, Jakarta Utara, sentra intelektualnya adalah Mu`allim Rasyid; Mangga Besar, sentra intelektualnya adalah KH Abdul Hanan Said; Pekojan, sentra intelektualnya adalah Muallim Radjiun Pekojan; Duri Kosambi, sentra intelektualnya adalah KH Asirun dan KH Najihun; dan Rawa Buaya, sentra intelektualnya adalah adalah Guru Ma`mun.
Sedangkan Pasca Orde Baru sampai sekarang, yaitu: Klender, sentra intelektualnya adalah KH Mundzir Tamam; Gondangdia, sentra intelektualnya adalah KH Sabilarrosyad; Jatiwaringin, sentra intelektualnya adalah Dr. Hj. Tuti Alawiyyah; Cibubur, sentra intelektualnya adalah KH Abu Hanifah dan KH Zarkasih Saiman; Kampung Melayu, sentra intelektualnya adalah KH Rusdi Ali dan Dr. Hj. Suryani Thaher; Mampang Prapatan, sentra intelektualnya adalah adalah KH Kazruni Ishaq; Radio Dalam, sentra intelektualnya adalah KH Zainuddin MZ; Jatinegara, sentra intelektualnya adalah KH Fakhrurozi Ishak; Paseban, sentra intelektualnya adalah KH Maulana Kamal Yusuf; Senen, sentra intelektualnya adalah KH Yusuf Aman; Penggilingan, sentra intelektualnya adalah KH A. Shodri HM.
Daerah Kali Malang, sentra intelektualnya adalah KH Saifuddin Amsir; Rawamangun, sentra intelektualnya adalah KH Wahfiudin Sakam; Pasar Rebo, sentra intelektualnya adalah KH Cholil Ridwan, Lc., MA; Tebet, sentra intelektualnya adalah Abuya KH Abdurrahman Nawi; Pondok Pinang, sentra intelektualnya adalah KH Idris Saikin; Kuningan, sentra intelektualnya adalah Dr. KH Ahmad Lutfi Fathullah, M.A; Kampung Baru, Cakung Barat, sentra intelektualnya adalah adalah KH Hifdzillah; Kampung Mangga, Koja, Jakarta Utara, sentra intelektualnya adalah adalah KH Habibi HR; Duri Kosambi, sentra intelektualnya adalah KH Mahfudz Asirun dan KH Zuhri Yakub; Rawa Belong, sentra intelektualnya adalah KH Abdul Mafahir, M.A; Kelapa Dua, Kebon Jeruk, sentra intelektualnya adalah KH Bunyamin; Pesalo Basmol, sentra intelektualnya adalah Drs.KH Syarifuddin Abdul Ghani, M.A; Kali Deres, sentra intelektualnya adalah KH Munahar Muchtar HS; Tanah Abang, sentra intelektualnya adalah KH Syukur Ya`kub; Pulau Pramuka, sentra intelektualnya adalah KH Abdul Hakim; Pulau Tidung, sentra intelektualnya adalah KH Mawardi Abdul Gani, S.Ag.
Penyajian sentra-sentra intelektual di atas tidak bermaksud untuk menafikan keberadaan dan peran ulama Betawi lainnya yang tidak atau belum dimasukkan sebagai sentra intelektual di wilayahnya masing-masing di dalam tulisan ini. Hal ini dikarenakan, Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta atau yang dikenal dengan nama Jakarta Islamic Centre masih terus melakukan proses inventarisasi ulama Betawi lainnya.
Bahkan pada tahun 2016 ini, Jakarta Islamic Centre akan melakukan pembaruan dan pelengkapan data sentra-sentra intelektual ulama Betawi yang terkini, lengkap dengan informasi keilmuan yang dikuasai oleh ulama yang bersangkutan, ilmu dan kitab yang diajarkan, alamat tinggal, alamat majelis taklim atau halaqah, jadwal pengajian, dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
Hal ini penting dilakukan karena umat Islam di Jakarta dapat mengetahui ulama Betawi yang berada di wilayahnya yang dapat menjadi tempat menuntut ilmu-ilmu keislaman sesuai dengan paham Ahlussunnah Wal Jama`ah, Islam Rahmatan Lil Alamin, tanpa khawatir tersesat atau disesatkan karena para ulama Betawi ini memiliki sanad keilmuan yang jelas sampai kepada Rasulullah SAW.